HISTORIOGRAFI TRADISIONAL,
KOLONIAL, PASCA KEMERDEKAAN

DI
S
U
S
U
N
Oleh:
IRAWANSAH PUTRA (10 42
0012)
DosenPembimbing:
ENDANG RCHMIATUN, M.Hum
FAKULTAS ADAB & HUMANIORA
SEJARAH & KEBUDAYAAN ISLAM
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI RADEN
FATAH
PALEMBANG
2012
PENDAHULUAN
Secara
etimologis,istilah Historiografi berasal dari bahasa Yunani,yang terdiri dari 2
kata yaitu “Historia” dan “grafein” yang berarti “gambaran”,”tulisan”.atau
“uraian”.Istilah historia sudah dikenal di Yunani sejak 500 SM. Misalnya Hecataeus,menggunakan kata
tersebut untuk menyebut penelitiannya tentang gejala alam yang terdapat
di daerah hunian manusia di Yunani.Istilah ini kemudian digunakan pula oleh
Herodotus untuk melukiskan Latar belakang geografis dalam karyanya mengenai
peperangan di persia (Betty Radice and Robert Baldick 1971).Dalam perkembangan
selanjutnya,istilah historia cenderung digunakan untuk menyebut pengkajian
kronologis tentang tindakan manusia pada masa lampau.Dalam bahasa inggris
kemudian dikenal dengan istilah Historigraphy,yang
didefinisikan secara umum sebagai “a
study of historical writing” (pengkajian tentang penulisan sejarah) Harry Elmer
barnes 1963.
Akan tetapi pada hakekatnya hostoriografi mempunyai beberapa poengertian
yaitu:
a. Historiografi
sebagai bagian terakhir dari prosedur metode sejarah yang di artikan sebagai
“Rekonstruksi imajinatif tentang masa lampau berdasarkan data yang diperoleh
dengan menempuh proses menguji,dan menganalisis secara kritis rekaman dan
peninggalan masa lampau” (LouisGottschalk 1975:32).Historiografi dalam
pengertian ini dapat dikategorikan sebagai proses penulisan secara objektif.
b. Historiografi
yang diartikan sebagai pengkajian tentang karya-karya sejarah yang oernah
ditulis,atau pengkajian tentang sejarah yang bersifat subjektif.Dalam
pengertian ini sering dikatakan sebagai “sejarah dari sejarah” atau “Sejarah
dari penulisan sejarah” artinya pengkajian perkembangan penulisan sejarah.
Dalam pengertian pertama,historiografi dikaji
dalam mata kuliah “metode sejarah”,sedangkan mata kuliah Hostoriografi
mempelajari historiografi dalam pengertian kedua. Keanekaragaman bentuk,
isi, serta fungsi histiografi, disebabkan oleh adanya :
a. Kultuurgebundenheit
( ikatan kebudayaan ) yang artinya suatu karya histiografi tidak terlepas dari
lingkungan kebudayaan tempat sejarawan dan karyannya dilahirkan.
b. Tijdgebundenheit
atau Zeitgeist ( ikatan waktu atau jiwa Zaman ) , yang artinya : pandangan
seorang penulis sejarah yang terkandung dalam karyanya ditentukan oleh jiwa
zaman yang hidup pada masanya. ( Sartono Kartodirdjo, 1986 ).
Yang akan dijadikan
pokok pengkajian studi Histiografi ini meliputi, penulis sejarah,
intelektualisasi serta pengaruhnya terhadap bentuk, isi, fungsi dan
permasalahan yang diajukan dalam karya sejarah yang ditulis. Di
Indonesia,historiografi dimulai dengan prasasti-prasasti yang dibuat oleh
penguasa pada awal abad ke-5 Masehi,sejak saat itu historiografi di indonesia
berkembang dalam berbagai bentuk.Akan tetapi penulisan sejarah (diluar
prasasti) baru dimulai oleh Mpu Prapanca yang pada tahun 1365 menulis kitab
Nagarakertagama atau Desawarnana ( Ayat Rohaedi, 1985 ). Sejak itu Historigrafi
Indonesia berkembang terus, baik dalam hal bentuk, isi, ruang lingkup maupun
pendekatanya, sehingga dikenal kategori – kategori Historigrafi Tradisional.
Histiografi kolonial. Histiografi Nasional dan Histiografi modern.
PEMBAHASAN
A. Pengertian
Historiografi
Historigrafi terbentuk dari dua akar kata yaitu history dan grafi. Histori
artinya sejarah dan grafi artinya tulisan. Jadi historiografi artinya adalah
tulisan sejarah, baik itu yang bersifat ilmiah (problem oriented) maupun
yang tidak bersifat ilmiah (no problem oriented).Problem oriented
artinya karya sejarah ditulis bersifat ilmiah dan berorientasi kepada pemecahan
masalah (problem solving), yang tentu saja penulisannya menggunakan seperangkat metode
penelitian. Sedangkan yang
dimaksud dengan no problem orientedadalah karya tulis sejarah yang
ditulis tidak berorientasi kepada pemecahan masalah dan
ditulis secara naratif, juga tidak menggunakan metode penelitian.
Pada dasarnya buku
sejarah yang sering kita lihat dan sering kita baca, baik itu yang ada di
perpustakaan maupun di toko-toko buku, pada dasarnya itu historiografi.
Buku-buku bacaan yang di dalamnya bukan kajian sejarah, itu tidak termasuk
kategori historiografi, karena tidak berkaitan dengan kejadian masa lampau. Jadi dengan demikian, suatu karya tulis bisa dikatakan
historiografi apabila kajian di dalamnya mencerminkan kisah sejarah dari suatukejadian sejarah.
Historiografi
mulai ada dan dikenal oleh manusia pada dasarnya sejak manusia mengenal tulisan
atau ketika manusia memasuki zaman sejarah. Ketika manusia mengenal tulisan,
pada dasarnya mereka sudah tumbuh kesadaran untuk menulis tentang jati dirinya
sebagai manusia dalam keluarga dan hidup berbangsa bernegara.
B. Jenis-jenis
Historiografi
1.
Historiografi Tradisional
Historiografi tradisional adalah
karya tulis sejarah yang dibuat oleh para pujangga dari suatu kerajaan, baik
itu kerajaan yang bernafaskan Hindu/Budha maupun kerajaan/kesultanan yang
bernafaskan Islam tempo dulu yang pernah berdiri di Nusantara Indonesia.
Seperti kita
ketahui di Nusantara Indonesia, bahwa sejak awal bangsa Indonesiamemasuki
zaman sejarah, diiringi pula dengan berdirinya kerajaan-kerajaan terutama yang
dominan dipengaruhi oleh budaya hindu dan budha. Contohnya di Kalimantan
berdiri kerajaan Hindu Kutai, di Jawa Barat bediri kerajaan Tarumanegara, Galuh Medang Kamulyan, Aditiawarman dan lain-lain. Di Jawa Tengah ada kerajaan Airlangga, Mataram Hindu, dan di Jawa
Timur ada kerajaan Singosari, Blambangan, dan lain-lain.Memasuki abad
ke-7, di Nusantara Indonesia, bediri pula kerajaan-kerajaan yang lebih besar
wilayah kekuasaannya seperti kerajaan Pajajaran, Galuh, Sunda, Sriwijaya,
Majapahit, Mataram Hindu dan lain-lain. Pada dasarnya di
kerajaan-kerajaan tersebut ada khusus orang-orang yang ditugaskan oleh raja
untuk menulis sejarah yaitu dengan gelar Pujangga (Sejarawan Keraton).
Karya-karya
sejarah yang ditulis oleh para pujangga dari lingkungan keraton ini hasil
karyanya biasa disebut Historigrafi Tradisional. Contoh karya sejarah yang
berbentuk historiografi tradisional yang ditulis oleh para pujangga keraton
dari kerajaan hindu/budha sebagai berikut : 1. Babad Tanah Pasundan, 2. Babad
Parahiangan, 3. Babad Tanah Jawa, 4. Pararaton, 5. Nagarakertagama, 6. Babad Galuh, 7. Babad
Sriwijaya, dan lain-lain.
Sedangkan karya historiografi tradisional yang ditulis para pujangga dari
kerajaan Islam diantaranya : 1. Babad Cirebon yaitu karya dari Kerajaan Islam Cirebon, 2. Babad Banten yaitu karya dari Kerajaan Islam Banten, 3. Babad Dipenogoro yaitu karya yang mengisahkan kehidupan Pangeran Diponegoro, 4. Babad Demak yaitu karya tulis dari Kerajaan Islam Demak, 5. Babad Aceh dan lain-lain.
1.1. Karakteristik Historiografi Tradisional
Historiografi tradisional bila
dibaca isinya sangat subjektif (menyanjung-nyanjung sang raja dan keluarga keraton/istana) dan penulisannya dicampur aduk dengan mitos, legenda dan kekuatan magis (raja ditulis sebagai orang yang gagah
sakti, bisa menghilang, tidak mempan senjata tajam dll) yang melingkupinya pada saat tersebut. Dengan fakta penulisannya yang demikian, seperti
tertulis di atas, maka ketika kita
membaca historiografi tradisional diperlukan kehati-hatian, ketelitian dalam
memaknaisetiap rangkaian kata yang menjadi kisah didalamnya. Adapun karakteristik dari historiografi
tradisional adalah sebagai berikut :
1. Historiografi
tradisional ditulis bersifat istana/keraton sentries, artinya karya historiografi tradisional
didalamnya banyak mengungkapkan sekitar kehidupan keluarga istana/keraton, dan
ironisnya rakyat jelata tidak mendapat tempat didalamnya, dengan alasan
rakyat jelata dianggap a-historis.
2. Historiografi
tradisional ditulis bersifat Religio magis, artinya dalam historigrafi tradisional seorang
raja ditulis sebagai manusia yang memiliki kelebihan secara batiniah, dianggap
memiliki kekuatan energi ghoib. Tujuannya agar seorang raja mendapat apresiasi
yang luar biasa di mata rakyatnya, sehingga rakyat takut, patuh, dan mau
melaksanakan perintahnya. Rakyat akan memandang, bahwa seorang raja
keberadaannya di muka bumi merupakan sebagai perwujudan atau perwakilan dari
Tuhan.
3. Historiografi
tradisional ditulis bersifat regio sentrisme, artinya historiografi tradisional ditulis lebih menonjolkan regio
(wilayah) kekuasaan suatu kerajaan. Sebagai contoh, ada historiografi
tradisional dengan secara vulgar memakai judul dari nama wilayah
kekuasaannya,seperti Babad Cirebon, Babad Bugis, Babad Banten dll.
4. Historiografi
tradisional ditulis bersifat etnosentrisme, artinya dalam historiografi tradisional ditulis dengan penekanan
pada penonjolan/egoisme terhadap suku bangsa dan budaya yang ada dalam wilayah
kerajaan.
5. Historiografi
tradisional ditulis bersifat psiko-politis sentrisme, artinya historiografi tradisional ditulis oleh para pujangga
sangat kental dengan muatan-muatan psikologis seorang raja, sehingga karya
historiografi tradisional dijadikan sebagai alat politik oleh sang raja dalam
rangka mempertahankan kekuasaannya. Tidak perlu terlampau heran kalau karya
historiografi tradisional oleh masyarakat setempat dipandang sebagai kitab suci
yang didalamnya penuh dengan fatwa para pujangga dalam pengabdiannya terhadap
sang raja.
Dalam batas-batas tertentu apakah historiografi tradisional bisa
dijadikan untuk sumber penulisan sejarah ? Jawabnya bisa. Sebab kendatipun
dalam kandungan isi dan kisahnya tertulis
nama daerah, nama orang dan tahun kejadian. Contoh dalam Babad Galuh, Banten, Cirebon dll,
di sana tertulis nama raja atau para tokoh terkait lainnya, dan tentu saja nama
wilayah/daerah dan tahun kejadian pun tertulis di dalamnya, kendati angka tahun
ditulis dengan candera sengkala. Contoh, kerajaan Majapahit runtuh diungkapkan
dengan kata-kata: “sirna ilang kertaning bhumi” artinya tahun 1478
M. Dengan demikian maka historiografi tradisional dalam batas-batas
tertentu bisa dijadikan sumber untuk penulisan sejarah, dengan alasan ketiga
faktor tersebut di atas. Untuk itu, menurut hemat penulis, karya-karya tulis
dalam bentuk naskah, babad dan lain-lain yang dewasa ini ada di daerah dan
dimiliki oleh tokoh-tokoh tertentu, perlu di-inventarisir, sebab bagaimanapun
di dalamnya tersimpan bukti-bukti dan fakta-fakta yang sangat berharga sebagai
sumber penulisan sejarah dewasa ini. Harapan penulis, seandainya di daerah di
mana anda berdomisili ditemukan ada babad, naskah kuno (HT) dan lain-lain anda
harus punya kepedulian untuk melestarikannya. Sebab bagi sejarawan itu bagaikan
bongkahan emas yang tak ternilai harganya.
2. Historiografi Kolonial
Historiografi Kolonial adalah
karya sejarah (tulisan sejarah)
yang ditulis pada masa pemerintahan kolonial berkuasa di Nusantara
Indonesia, yaitu sejak zaman VOC (1600)sampai masa
Pemeritahan Hindia Belanda yang berakhir ketika tentara pendudukan Jepang datang di Indonesia
(1942). Perlu ditambahkan, pemerintahan Hindia Belandayang dikendalikan oleh para Gubernur Jenderal (GB) melalui para ahli begitu aktif
menulis karya sejarah. Atau dengan
kata lain, historiografi kolonial adalah karya tulis sejarah yang ditulis oleh
para sejarawan kolonial ketika pemerintahan kolonial berkuasa di Nusantara
Indonesia. Contoh karya
historiografi kolonial yang paling popular adalah sebuah buku yang ditulis oleh
Raffles dengan judul HISTORY Of JAVA. Karya lainnya adalah karya-karya yang ditulis H.J. de Graaf dengan
judul: Geschiedenis van Indonesia(Sejarah Indonesia). Karya B.H.M.
Vleke dengan judul: Geschiedenis van den Indischen Archipel (Sejarah
Nusantara). Karya G. Gonggrijp dengan judul: Schets ener aconomische
Geschiedenis van Nederlands-Indie (Sejarah Ekonomi Hindia Belanda).
Inti cerita sejarah dari Historiografi Kolonial
adalah bangsa Belanda, oleh sebab hanya Belandalah yang dipandang penting di
Hindia Belanda. Hal ini jelas dari istilah Hindia Belanda atau Hindia Nederlan
yaitu daerah Hindia (Indonesia) yang “dimiliki” oleh Belanda. Bangsa Belanda
sebagai “pemilik” memandang diri pribadinya sebagai yang dipertuan dan sebagai
bangsa yang termulia, sehingga bangsa Indonesia hanya mendapat gelar “bumi
putera” atau orang negeri. Kita tidak dipandang sebagai suatu bangsa, tetapi
hanya sebagai sejenis manusia yang berguna bagi Belanda.
Perhatikan penggalan kutipan kisah sejarah di bawah ini yang
ditulis oleh sejarawan kolonial dalam Historiografi Kolonial yang sangat
menyudutkan bangsa Indonesia dan mengagung-agungkan bangsa Belanda:
“Pada tahun 1653 ada seorang raja di Tanah Goa yang bernama Sultan
Hasanudin. Adapun raja itu tiada mengindahkan Kompeni; orang Maluku yang
durhaka kepada Kompeni dibantunya; tambahan lagi diperanginya Sultan Buton yang
bersahabat dengan Belanda”.
“Sultan Agung Tirtayasa itu cerdik lagi bijaksana dan tetap hatinya,
rukun Islam dikerjakannya dengan sungguh-sungguh, tetapi kelakuannya kerapkali
bengis dan hatinya tiada lurus; se-umur hidupnya Sultan itu dengki kepada
Kompeni; niatnya hendak meramaikan Banten serta membinasakan Betawi”.
“Jikalau kita bandingkan hal orang kecil pada zaman dahulu dengan zaman
yang sekarang, nyatalah bahwa sekarang lebih senang dan selamat daripada ketika
kuasa Raja-raja tiada berhingga; Raja itu kerapkali menganiaya anak buahnya,
karena tiada undang-undang, hanya hawa nafsu raja”.
2.1. Karakteristik Historiografi Kolonial
Historiografi Kolonial
karakteristiknya bersifat Belanda Sentrisme atau Neerlando Sentrismus artinya
sejarah Indonesia di tulis dari sudut pandang kepentingan orang-orang Belanda
yang sedang berkuasa (menjajah) di Nusantara Indonesia saat itu. Dengan
demikian, dalam historiografi kolonial peran orang-orang Belanda dalam panggung
sejarah ditulis secara berlebihan, dan penduduk bumi putra peran kesejarahannya ditulis/diungkapkan hanya
sedikit saja. Bahkan warga penduduk bumi putera oleh Belanda dipandang sebagai
non-faktor dalam sejarah. Sebagai
contoh, dalam sejarah perekonomian dan politik pada masa kolonial, orang-orang
Belanda ditulis sebagai manusia-manusia unggul yang bisa mengendalikan sector usaha ekonomi dan
politik di Nusantara Indonesia. Orang-orang Belanda dianggap sebagai manusia paling sempurna,
paling super dalam berbagai aktivitas kehidupan di Nusantara Indonesia.
Sehingga peran mereka ditulis dalam Historiografi Kolonial bisa menghabiskan
halaman berlembar-lembar. Sungguh sangat ironis, sedangkan peran rakyat pribumi sebagai pemilik negeri Nusantara Indonesia ditulis sangat sederhana dan dituangkan dalam halaman tulisan yang sangat minim. Sejarawan
kolonial menganggap, bahwa rakyat pribumi dianggap sebagai manusia non-faktor dalam sejarah. Perhatikan secara seksama sipat cerita
sejarah Indonesia yang dilukiskan oleh penulis Belanda bernama Dr. F.W. Stafel
yang bisa dilihat dari jumlah halaman buku pegangan Sejarah Hindia Belanda
sebagai berikut:
1. Zaman Purbakala dan Hindu ditulis
25 halaman
2. Penyiaran Islam dan bangsa
Portugis di Indonesia 8 halaman
3. VOC (kongsi dagang Belanda)
152 halaman
4. Pemerintah Belanda
150 halaman
Jumlah = 335 halaman
Alhasil dapat ditegaskan, bahwa cerita
sejarah Indonesia yang ditulis sebelum tahun 1942 pada dasarnya bukan Sejarah
Indonesia, tetapi sejarah Belanda di
Indonesia.
Dalam
historiografi kolonial, tokoh-tokoh seperti Imam Bonjol, Dipanegara, Sultan
Agung, Sukarno, Hatta, Wahidin, Bung Tomo dan tokoh pejuang lainnya dipandang
sebagai penghianat dan sebagai pemberontak. Padahal kalau menurut kita,
tokoh-tokoh seperti tersebut termaksud di atas adalah sebagai pahlawan
nasional yang telah berjuang demi kepentingan rakyat Indonesia.
Bagaimanapun keberadaan
Historiografi Kolonial ini sangat membahayakan, terutama kalau karya tersebut
dibaca oleh anak didik kita yang ada di jenjang
pendidikan Sekolah Dasar (SD) dan sederajat; Sekolah Menengah Pertama (SMP) dan
sederajat; Sekolah Menengah Atas (SMA) dan sederajat. Mengapa Historiografi Kolonial
dikatakan membahayakan? Karena wawasan pemahaman kesejarahan mereka (anak
didik) dipandang masih dangkal. Tidaklah berlebihan kalau mereka akan
menganggap, bahwa pejabat-pejabat kolonial itu sebagai pahlawannya, dan para pejuang bumi putra dipandang sebagai
pemberontak, pengecut. Padahal mereka sebagai pejuang yang memperjuangkan
hak-hak rakyat. Ringkasnya, dalam Historiografi Kolonial, fakta-fakta
kesejarahan yang terkait dengan rakyat bumi putra atau elite bumi putra, dengan
sengaja diputar balikan, tujuannya guna menyudutkan posisi warga penduduk bumi
putra, dan dibalik itu semua pihak kolonial Belanda mengambil
keuntungan-keuntungan psikologis, ekonomis, dan politis. Tapi jangan salah,
warga pribumi yang suka menjilat kepada Belanda, mereka mendapat tempat dalam
sejarah, dan secara finansial mereka hidup diuntungkan dalam berbagai
kesempatan.
Timbul suatu
pertanyaan, apakah historigrafi kolonial bisa dijadikan sumber untuk penulisan
sejarah nasional dewasa ini? Jawabnya bisa. Alasannya, karena Historigrafi
Kolonial di dalamnya kaya dengan fakta-fakta kesejarahan yang terjadi di bumi
Nusantara Indonesia.
3. Historiografi Nasional/Pasca Kemerdekaan/Modern
Pada tanggal 17 Agustus 1945,
Ir.Sukarno dan Drs.Muhammad Hatta atas nama
rakyat Indonesia memproklamasikan kemerdekaan Indonesia. Sebagai
konsekuensi logis dari proklamasi kemerdekaan ini, maka lahirlah suatu negara
yang merdeka dan berdaulat yang kemudian diberi nama Negara Kesatuan
Republik Indonesia (NKRI).
Setelah NKRI
terbentuk, maka tumbuh suatu keinginan dari rakyat Indonesia untuk
menulis sejarahnya sendiri sebagai pengganti dari Historiografi Kolonil. Karya-karya
sejarah yang ditulis oleh sejarawan-sejarawan Indonesia di masa
kemerdekaan dewasa ini (1945-2011), biasa disebut sebagai Historiografi
Nasional. Historiografi Nasional adalah karya tulis sejarah yang ditulis oleh
sejarawan-sejarawan Indonesia yang di dalamnya (kandungan isi
ceritanya/kisahnya) banyak mengungkapkan sisi-sisi kehidupan rakyat Indoneia
sepanjang masa yang diungkapkan dari sudut kepentingan pembangunan
bangsa Indonesia itu sendiri. Contoh Historiografi Nasional yang paling
monumental adalah buku babon SEJARAH NASIONAL INDONESIA yang terdiri dari VII
Jilid.
3.1. Karakteristik Historiografi Nasional
Historiografi
Nasional karakteristiknya bersipat Indonesia Sentrisme, artinya
bahwa Sejarah Nasional Indonesia (SNI) harus ditulis dari sudut
kepentingan rakyat Indonesiaitu sendiri. Tugas dari historiografi
nasional adalah“membongkar dan merevisi” historiografi kolonial
yang gaya penulisannya diselewengkan oleh para sejarawan kolonial
yang sangat merugikan proses pembangunan, khususnya pembangunan sikap mental
bangsa (terutama generasi muda) Indonesia dewasa ini.
Permasalahan yang
kita hadapi dewasa ini adalah, mampukah kita (sejarawan) atau
bangsa Indonesia untuk menulis kembali sejarah yang betul-betul
mengungkapkan aktivitas rakyat Indonesia secara keseluruhan sebagai
pengganti peran orang-orang Belanda yang telah demikian lama menghiasi
lembaran-lembaran penulisan sejarahIndonesia. Dewasa ini kita harus mampu
menulis karya sejarah yang total history artinya seluruh
aktivitas rakyat Nusantara Indonesia, terutama pada masa kolonial harus
terungkapkan. Dalam hal ini misalnya aktivitas masyarakat petani, nelayan,
buruh tani, kuli, pedagang, santri dan lain sebagainya harus ditulis kembali.
KESIMPULAN
a.
Historiografi merupakan bagian dari ilmu sejarah yang mempelajari hasil-hasil
dari tulisan atau karya sejarah dari generasi ke generasi, dari zaman ke zaman.
Karya sejarah merupakan manifestasi dari kultur masyarakat.
b.
Manfaat mempelajari historiografi :
1. Setiap
generasi suatu zaman itu menulis sejarahnya sendiri. Karena setiap generasi itu
mempunyai keterikatan latar belakang sosial budayanya sendiri (cultuur
gebundenheid) dan jiwa zamannya sendiri (zeid gebundenheid),
yang direfleksikan oleh para pujangga atau sejarawan dalam karyanya.
2. Karya
sejarah tersebut dapat diunakan sebagai sumber-sumber sejarah, khususnya
sebagai sumber sekunder.
3. Dengan
mengetahui keterikatan tersebut, maka para sejarawan masa kini yang akan
memanfaatkan karya-karya sejarah sebagai sumber sejarah, harus dapat melepaskan
diri atau mengambil jarak dari pengaruh kebudayaan dan jiwa zaman dari setiap
karya sejarah, sehingga bisa diperoleh informasi yang kredibel dari setiap
karya sejarah.
c). Historiografi
tradisional adalah karya sejarah tentang kerajaan-kerajaan di Indonesia yang
ditulis oleh para pujangga keraton pada zamannya. Ciri-ciri historiografi
tradisional:
1. istana
sentris atau raja sentris.
2. religio-magis.
3. kultus
Dewa Raja (Raja adalah setengah dewa).
4. subyektif
yang sangat tinggi.
5. kurang
kronologis.
6. berfungsi
untuk melegitimasi kekuasaan raja pada suatu dinasti dan memberi kohesi atau
kebersamaan pada masyarakat.
d) Historiografi
kolonial adalah Semua karya sejarah tentang Indonesia yang ditulis pada periode
penjajahan, oleh para penulis kolonial (Belanda, Inggris), dan bangsa Barat
(Portugis). Ciri-cirinya yaitu:
1. sudut
pandang Eropasentris atau Nerlandosentris, memusatkan penulisan pada kebudayaan
Barat yang dianggap paling maju.
2. berorientasi
pada fakta
3. periodesasi
dan uraiannya kronologis.
e) Ciri-ciri
historiografi Indonesia modern:
1. sudut
pandang Indonesiasentris.
2. bersifat
kritis analitis dengan menggunakan pendekatan multidimensional.
3. menonjolkan
peran bangsa Indonesia.
4. mengungkapkan
micro history sehingga menghasilkan sejarah populis, bukan elitis.
DAFTAR PUSTAKA
Budiman, Arief. 1999. Posmo: Apa Sih?. Dalam
Suyoto (eds), Posmodernisme dan Masa Depan Peradaban (hlm.21-24).
Yogyakarta: Aditya Media
Hakim, M. Arief. 1999. Sinyal ‘Kematian’
Posmodernisme. Dalam Suyoto (eds),Posmodernisme dan Masa Depan Peradaban (hlm.303-309).
Yogyakarta: Aditya Media
Hardiman, Budi. 1993. Menuju Masyarakat
Komunikatif: Ilmu, Masyarakat, Politik, dan Posmodernisme menurut Jurgen
Habermas. Yogyakarta: Kanisius
Kartodirdjo, Sartono. 1982. Pemikiran
dan Perkembangan Historiografi Indonesia: suatu alternatif. Jakarta:
Gramedia
Kuntowijoyo. 1999. Pengantar Ilmu Sejarah. Yogyakarta:
Yayasan Bentang Budaya
Nordholt, Henk Schulte; Bambang Purwanto, dan
Ratna Saptari. 2008. Memikir Ulang Historiografi Indonesia. Dalam Henk Schulte
Nordholt, Bambang Purwanto, & Ratna Saptari (eds). Perspektif Baru
Penulisan Sejarah Indonesia (hlm.1-31) Jakarta: Yayasan Obor
Indonesia, KITLV-Jakarta, & Pustaka Larasan